telah semakin rapuh hidupku
bergelut bersama panas dingin melulu
pada cuaca yang semakin tak tentu
kadang lembab kadang berdebu
dan kini harap layu
sekeliling nyaris tak kutemui tumbuh
generasi penerus yang akan menggantikan ini tubuh
kecuali sedikit jumlah tiada tentu
dan saling jauh
-
generasi yang aku tahu
tak mampu jua berikan teduh
meranggas tunas usang terhidu
pada lahan yang kini sudah tak lagi pada mutu
dan air lalu tiada terserap utuh
tersesat pada lapis-lapis tebing kaca pasir jua batu
yang nyata berdiri angkuh
-
“tolong, jangan tebang aku”
ratap saudaraku lalu
hanya menjadi bisikan bisu di angin lalu
pada tangan-tangan angkuh
tiada ragu babat sudah satu persatu
hingga penjuru
hingga sudut yang tiada pernah aku tahu
tak terbilang sungguh
-
manusia, masihkah tidak kau pedulikan itu
dan tetap turutkan segala mau
segala hendak yang lekat bersama nafsu
saat bumi yang kau tunggu
benar-benar kehilangan rasa teduh?
jawab itu jawab kataku
pun hanya dengan bisik hatimu
jika memang kau masih punya segumpal darah itu
dan kalau kau dengar suaraku
tentu
-
Bengkulu, 29 Maret 2013
Catatan Si Kucing Hitam
Penulis :
Sumber : fiksi.kompasiana.com
bergelut bersama panas dingin melulu
pada cuaca yang semakin tak tentu
kadang lembab kadang berdebu
dan kini harap layu
sekeliling nyaris tak kutemui tumbuh
generasi penerus yang akan menggantikan ini tubuh
kecuali sedikit jumlah tiada tentu
dan saling jauh
-
generasi yang aku tahu
tak mampu jua berikan teduh
meranggas tunas usang terhidu
pada lahan yang kini sudah tak lagi pada mutu
dan air lalu tiada terserap utuh
tersesat pada lapis-lapis tebing kaca pasir jua batu
yang nyata berdiri angkuh
-
“tolong, jangan tebang aku”
ratap saudaraku lalu
hanya menjadi bisikan bisu di angin lalu
pada tangan-tangan angkuh
tiada ragu babat sudah satu persatu
hingga penjuru
hingga sudut yang tiada pernah aku tahu
tak terbilang sungguh
-
manusia, masihkah tidak kau pedulikan itu
dan tetap turutkan segala mau
segala hendak yang lekat bersama nafsu
saat bumi yang kau tunggu
benar-benar kehilangan rasa teduh?
jawab itu jawab kataku
pun hanya dengan bisik hatimu
jika memang kau masih punya segumpal darah itu
dan kalau kau dengar suaraku
tentu
-
Bengkulu, 29 Maret 2013
Catatan Si Kucing Hitam
Penulis :
Sumber : fiksi.kompasiana.com
Dan mereka pun saat itu di panggung, menjanjikan perubahan dan perbaikan dengan wajah sungguh-sungguh dan penuh tekad. Berbondong-bondong rakyat datang bawa nenek renta dan juga balitanya di kampanye yang sesak.Untuk apa nenek renta dan balita datang ke situ? Karena janjinya siapapun dan berapapun yang datang akan dibagi-bagikan uang dari ponjen-ponjen berisi masing-masing 30 keping perak.
Setelah terpilih, giliran mereka yang mewakili si khalayak mengumpuli balik ponjen yang tersebar.Pengusaha yang alim pun diporotin apalagi pengusaha nakal. Dari hanya mengumpulkan ponjen berisi 30 perak murni, sampai ponjen yang diletakkan di perut mulus mahasiswi sexy teman ngobrol dan ngupi-ngupi.
Kalau toh tertangkap tangan ada ponjen bergentayangan, saat pengadilan akan digelar tetap ada saja hakim yang bersedia menjual ’suara Tuhan-nya’ dengan harga sama: 30 keping perak.
Bila semua hal diatas membuat kejenuhan, sesekali beliau-beliau dugem di tempat hiburan sampai larut malam. Dan pulang dalam kantuk hebat di jalan bebas hambatan. Kalaupun menabrak mobil lain yang menimbulkan korban, cukuplah damai dengan ponjen 30 keping perak.
Ya, ketika harga sebuah negeri sudah jelas dipatok 30 keping perak, semua urusan akan jelas pengurusannya.
Namun si pengguna jasa ponjen 30 keping perak pasti lupa akan kisah lama di 2000 tahun lalu lamanya, bahwa ponjen-ponjen itu bekerja tidak cuma-cuma, harus ada tumbal satu nyawa tergantung di sebuah pohon ara pada akhir cerita dan tanah ditempat ponjen itu terjatuh dari tangan si tumbal akan dinamai ‘tanah darah’.
Masih ada 2014 ponjen kini tersisa. Siapa yang mau punya?
Penulis :
Sumber : fiksi.kompasiana.com
Setelah terpilih, giliran mereka yang mewakili si khalayak mengumpuli balik ponjen yang tersebar.Pengusaha yang alim pun diporotin apalagi pengusaha nakal. Dari hanya mengumpulkan ponjen berisi 30 perak murni, sampai ponjen yang diletakkan di perut mulus mahasiswi sexy teman ngobrol dan ngupi-ngupi.
Kalau toh tertangkap tangan ada ponjen bergentayangan, saat pengadilan akan digelar tetap ada saja hakim yang bersedia menjual ’suara Tuhan-nya’ dengan harga sama: 30 keping perak.
Bila semua hal diatas membuat kejenuhan, sesekali beliau-beliau dugem di tempat hiburan sampai larut malam. Dan pulang dalam kantuk hebat di jalan bebas hambatan. Kalaupun menabrak mobil lain yang menimbulkan korban, cukuplah damai dengan ponjen 30 keping perak.
Ya, ketika harga sebuah negeri sudah jelas dipatok 30 keping perak, semua urusan akan jelas pengurusannya.
Namun si pengguna jasa ponjen 30 keping perak pasti lupa akan kisah lama di 2000 tahun lalu lamanya, bahwa ponjen-ponjen itu bekerja tidak cuma-cuma, harus ada tumbal satu nyawa tergantung di sebuah pohon ara pada akhir cerita dan tanah ditempat ponjen itu terjatuh dari tangan si tumbal akan dinamai ‘tanah darah’.
Masih ada 2014 ponjen kini tersisa. Siapa yang mau punya?
Penulis :
Sumber : fiksi.kompasiana.com