Oleh Sudaryono
Ini hanya sepenggal kisah,
Sederhana bagimu, tapi mengoyak isi hatiku.
Akan kuceritakan semua padamu. Tentang adikku disana.
Umurnya kini 10 tahun, meniti jalan kehidupan. Beranjak remaja.
Aku sangat menyayangi dia. Seperti hatiku tertanam pada hatinya.
Ketahuilah, ketika lahir akulah yang memberikan dia nama.
Bertepatan dengan malam kebaikan, seribu malam.
Ketika para malaikat memainkan harfa dari surga.
Ketika lantunan tasbih mengalun merdu menggema seluruh dunia.
Dan saat bidadari berdo’a atas segala Rahmat di alam semesta.
Saat itu dia lahir. Malam sunyi, penuh kebahagiaan.
Berharap kelak dia berhati mulia. Menjadi kebanggaan keluarga dan sekitarnya.
Itulah do’a kami sekeluarga untuk menyelimuti hati kecilnya.
Namun,
Tak sepenuhnya proses pendewasaan manusia itu sama.
Dia tumbuh menjadi anak yang nakal.
Suka membuat masalah dan merepotkan banyak orang.
Kerap berkelahi dan sulit sekali untuk mengerti.
Peringatan orang tua dan guru hanya seperti lelucon di telinganya.
Ah Sudahlah… wajar saja karena dia masih anak-anak.
Tapi, ada hal lucu tentang dirinya.
Dia masih saja selalu cengeng dan penakut ketika sendiri.
Tidak jauh beda dengan sifatku dulu. Selalu merengek ketika ditinggal orang tua.
Jelas saja kami serupa, karena aku dan adikku lahir dari rahim yang sama.
Menggelikan, tapi itulah kenyataannya.
( Suasana terik di awal bulan September )
Hari ini,
Kalimat takbir mengumandang di angkasa. Dalam semilir angin kering, semakin garang
Surau-surau menyuarakan nama-Nya.
Allahu Akbar… Allahu Akbar… Allahu Akbar…
Besok adalah hari kemenangan. Hari dimana kita kembali dilahirkan.
Kemenangan besar. Ya… teriak orang. Lalu nenek bakul lotek itu tersenyum.
Anak-anak berebut saling dorong meminta uang kecil pada ayah mereka. Merengek.
Lihatlah pula ada Ibu mengendong bayinya di jalan, menjajakan uang baru.
Pecahan lima ribuan, berharap ada yang berbaik hati menukarnya. Demi anak,
untuk makan ketupat esok pagi.
Lalu… adakah engkau mau menukarkan hatiku.? Demi adikku,
hatiku menjadi pecahan kecil saat menulis cerita ini. Rapuh.
Diriku tidak bisa memeluk adikku saat semua orang berkumpul di hari esok.
Hari kemenangan, apa pula yang telah kumenangkan.
Hanya satu kaleng kue rumahan kiriman dari sana, untuk hari lebaran.
Lebaran dalam puing-puing hatiku sendiri. Berserakan.
Saat pecahan hati itu semakin rapuh, ketika pesan itu datang dari adikku.
Dia meminta maaf,
Berharap aku dapat disana saat ini, menemaninya.
Makan ketupat bersama dalam satu meja, tertawa.
Diriku membacanya tersenyum getir. Sakit hingga ke relung jiwa.
Lama, Menuggu pesan dari dirinya lagi… Gelisah.
Detak arloji semakin panjang dan penat. Seperti waktu mempermainkan diriku,
Sampai pada akhirnya,
Harapan adik hanya bisa bertemu kakak lagi. Adik kirimkan kue untuk kakak
itu buatan adik sendiri, kuenya jelek… mugkin tidak enak. Tapi adik sendiri yang buat.
Kapan kakak akan kembali…
Adik rindu…
Minal aidzin wal faidzin kakak… maafkan semua kesalahan yang adik lakukan.
Bersama bunyi takbir itu, Air mataku terjatuh.
Menangis.
DMCA Protection on: http://www.lokerpuisi.web.id/2012/06/ada-kerinduan-dalam-sepotong-kue.html#ixzz1xHQZA7U7
Pict : http://katahatimutiara.files.wordpress.com/2011/09/556a1c92cb927d52.jpg
Itulah Puisi Rindu 'Ada Kerinduan dalam Sepotong Kue' karya Sudaryono
Pengen tulisan kamu terbit di Kumpul Remaja? Silakan kirimkan tulisan kamu di Facebook Fanpage Kumpul Remaja atau di komentar di bawah postingan ini. Sertakan identitasmu baik itu facebook, twitter atau blog kamu.!
0 komentar