Setelah terpilih, giliran mereka yang mewakili si khalayak mengumpuli balik ponjen yang tersebar.Pengusaha yang alim pun diporotin apalagi pengusaha nakal. Dari hanya mengumpulkan ponjen berisi 30 perak murni, sampai ponjen yang diletakkan di perut mulus mahasiswi sexy teman ngobrol dan ngupi-ngupi.
Kalau toh tertangkap tangan ada ponjen bergentayangan, saat pengadilan akan digelar tetap ada saja hakim yang bersedia menjual ’suara Tuhan-nya’ dengan harga sama: 30 keping perak.
Bila semua hal diatas membuat kejenuhan, sesekali beliau-beliau dugem di tempat hiburan sampai larut malam. Dan pulang dalam kantuk hebat di jalan bebas hambatan. Kalaupun menabrak mobil lain yang menimbulkan korban, cukuplah damai dengan ponjen 30 keping perak.
Ya, ketika harga sebuah negeri sudah jelas dipatok 30 keping perak, semua urusan akan jelas pengurusannya.
Namun si pengguna jasa ponjen 30 keping perak pasti lupa akan kisah lama di 2000 tahun lalu lamanya, bahwa ponjen-ponjen itu bekerja tidak cuma-cuma, harus ada tumbal satu nyawa tergantung di sebuah pohon ara pada akhir cerita dan tanah ditempat ponjen itu terjatuh dari tangan si tumbal akan dinamai ‘tanah darah’.
Masih ada 2014 ponjen kini tersisa. Siapa yang mau punya?
Penulis :
Sumber : fiksi.kompasiana.com
Makasi Atas karianya >>> sumpah bagus bagus ... ??
TERUS BERKARIA
makasih infor masinya nya dan karianya sip banget deh... ?