“Bapak, Teguh mau baju baru..”
“Iya, Nak. Nanti Bapak belikan?”
“Asiiik.. Sekarang, Pak?”
“Nanti, kalau sudah dapat uang.”
“Bapak dapat uangnya kapan?”
“Doakan saja, Nak.”
Agus
sudah tahu, cepat atau lambat pasti anaknya akan menanyakan perihal
baju baru, karena memang sekarang sudah mendekati hari Idul Fitri.
Terkadang Agus berpikir mengapa harus ada baju baru ketika lebaran? Ah,
tapi memang ini bukan salah baju baru, ini adalah karena dirinya yang
belum bisa mendapatkan uang yang cukup untuk membeli baju baru untuk
Teguh anaknya.
Hari
semakin mendekati lebaran, tapi Agus masih belum memiliki uang yang
cukup. Hasil dari pekerjaanya mengojek motor hari ini pun baru cukup
untuk menutupi kebutuhan harian dan sisa dua ribu untuk menambah
tabungan baju baru. Sedangkan penumpang semakin sedikit karena kawasan
yang banyak dipadati oleh karyawan yang ngekos ini telah sepi ditinggal
sementara warganya mudik ke kampungnya masing-masing.
Sudah lima jam Agus mangkal
sejak tadi jam lima pagi. Namun, ia baru mendapat satu penumpang. Meski
sebenarnya hari ini ada lima orang yang mengunjungi pangkalan ojek,
namun tentu Agus harus berbagi dengan teman-temannya sesama tukang ojek.
Hufh. Agus berkali-kali menghela nafas untuk membuang kegalauan
hatinya. Ia tampak berpikir serius. Tak lama kemudian, ia tampak
sumringah. Ternyata, Agus telah memiliki cara guna menyelesaikan
masalahnya, dan langsung menyalakan mesin motor dengan setengah terburu.
“Lho. Mau ke mana lu, Gus?”, tanya seorang temannya.
“Saya duluan ya.”
“Masih pagi. Baru dapet satu lu. Udah mau pergi aja. Udah banyak duit sekarang ya?”, seorang tukang ojek lainnya menambahkan.
“Hha. Aamiin, kalau punya banyak uang mah. Saya duluan. Assalaamu’alaikuum..”
“Wa’alaikumussalaam…”, jawab teman-teman Agus hampir serentak.
Kemudian slah seorang dari mereka langsung menyambar, “Kalo punya duit banyak bagi-bagi…!!!”
Agus
hingga siang ini habis lebih memilih untuk mendatangi masjid-masjid
besar di sekitar daerah rumahnya. Di beberapa masjid ia bahkan
melaksanakan sholat sunnah terlebih dahulu, sebelum ia berkeliling
masjid mencari informasi yang dibutuhkannya dengan berbagai cara mulai
dari mengamati spanduk depan masjid, menelusuri lembaran informasi yang
tertempel mading dan juga bertanya pada orang yang ia rasa sering ke
masjid tersebut.
***
“Teguh, kita jalan-jalan, yuk.”, kata Agus sambil menghampiri anaknya yang sedang terlentang sambil memegangi perutnya.
“Asiik.. Kita mau beli baju baru, Pak?”
Agus panik dan segera menyadari bahwa anaknya telah salah paham. “Bukan. Bapak mau ajak Agus ngabuburit.”
Wajah
Teguh perlahan tampak menunjukkan rasa kecewa. Melihat hal itu Agus
segera menggandeng tangan anaknya. “Ayo, jangan sampai terlalu sore..”
Saat
perjalanan mereka saling diam. Teguh merasa kecewa, sedangkan Agus
membiarkan anaknya tenang dengan sendirinya. Namun perlahan Teguh
menikmati perjalanan bersama Bapaknya. Sampai akhirnya Teguh membuka
pembicaraan.
“Pak, kita mau ke mana?”
“Ya?”, Agus tak siap mendengarkan pertanyaan anaknya barusan. Ditambah suara bising jalan raya.
Teguh mengulangi pertanyaannya, “Kita mau ke mana?”
“Ooh. Kita putar-putar saja. Sampai dekat maghrib.”
Teguh terdiam kembali, tak berminat melanjutkan percakapan. Agus pun tak mencoba menyambungnya.
Maka
Teguh pun memilih untuk memperhatikan keadaan di sekitar perjalannya.
Ia menjadi rindu akan sosok yang padahal tak pernah menggendong,
menyusuinya dan mengantarkannya dengan nyanyian penuh kasih kala
beranjak tidur. Sebabnya ia melihat satu keluarga yang lengkap sedang
bersenda tawa di taman kota yang ia lewati. Teguh pun larut dalam angan
romantisme bermanja dengan ibunda yang makin dirindunya. Ia khusyuk
dalam pejam, sembari linangan yang menerobos kelopak mata. Dieratkannya
peluk ke Bapak, mebiarkan air mata diuapkan hembus angin.
Hari
sudah sesenja perhitungan Agus, ia putar haluan membawa serta dua hal
yang penting dalam hidupnya yaitu motor dan anaknya ke arah jalan
pulang.
“Pak, kok lewat sini?”
“Kita ke masjid dulu.”
“Bapak belum sholat ashar?”
“Bapak sudah sholat ashar, Nak.”
***
Sesaat
setelah mereka sudah duduk dengan tenang, tampak kemudian seorang
pemuda rapi mengenakan peci, koko dan sarung, keluar dari pintu di
samping tempat imam memimpin shalat berjamaah. Ia menghampiri
orang-orang yang telah hadir di masjid dan memberikan selembar kupon
bernomor serta bertuliskan “Makanan Buka Puasa”.
Sejak
hari itu yang merupakan hari ke-24 Ramadhan, kemudian Agus selalu
mengajak Teguh ke masjid yang berbeda setiap harinya di kala mendekati
maghrib, juga terus hingga shalat tarawih, i’tikaf, hingga saatnya tiba
makan sahur. Setelah sholat shubuh, barulah Agus dan Teguh pulang ke
rumah. Terus seperti itu hingga akhirnya di tanggal 28 Ramadhan.
“Teguh, kita jalan-jalan, yuk.”, kata Agus sambil menghampiri Teguh yang telah siap dengan baju takwa yang ia punya.
“Putar-putar jalan lalu ke masjid kan?”
“Bukan. Bapak mau ajak Teguh beli baju baru.”
Agus segera menggandeng tangan anaknya, “Ayo, jangan sampai terlalu sore.”
Penulis :
Putera Nuib Sihise
Sumber : kompasiana.com
Pengen tulisan kamu terbit di Kumpul Remaja? Silakan kirimkan tulisan kamu di Facebook Fanpage Kumpul Remaja atau di komentar di bawah postingan ini. Sertakan identitasmu baik itu facebook, twitter atau blog kamu.!
Makasi Atas karianya >>> sumpah bagus bagus ... ??
TERUS BERKARIA
makasih infor masinya nya dan karianya sip banget deh... ?