beribu-ribu orang udik mudik di atas roda-roda motor-motor
ada yang utuh sampai ke udik
ada yang sampai hanya bersama sekeping batu nisan yang tinggal nama
orang-orang udik, mudik
melepas rindu pada sanak, kampung dan sepetak sawah yang retak-retak
udik,
mudik,
motor!
orang-orang mudik lalu lalang
pamer sepatu celana jins baru made in tenabang
silaturahmi hanya basa-basi
kerana yang terpajang di hati adalah kisah seksi tentang kesuksesan hidup di kota
dari bibir bergincu ada minyak ada sambel kecap bau terasi
pun, minyak samin semakin berkilau menguap dari kepala-kepala
udik-udikan,
mudik-mudikan,
motor-motoran!
orang-orang udik mudik berbaur dengan orang-orang udikan abangan
bau sengak kota tercium pada cuap-cuap semarfon belekeberi yang tak lepas dari genggaman
wahai orang-orang udik,
tak sayang anak istri sangat tak penting lagi, pokoke sing penting iso mudik
beribu-ribu mata ilalang pada aspal panas sangat siap merenggut selembar nyawa rapuh, jalang
orang-orang udik kembali ke kota lupa bawa nyawa rangkapnya
tak mau tahu soal luka derita yang semakin menganga yang telah menanti kehadiran orang-orang bawaanya didudukan motor-motoran udik-udikannya
duhai orang-orang mudik,
sudah siapkah mudik ke udik sang khalik hari ini?
serambi sentul, 17 agustus 2012
arrie boediman la ede
—————————————
footnote:
ketika peristiwa mudik dianggap/diyakini sebagai ritual keagamaan yang wajib. maka yang didahulukan adalah keinginan mudik yang berlebihan hingga lupa bahwa ada peristiwa wajib (puasa plus ‘ibadah-’ibadah sunnah lainnya) yang belum usai.
ada yang salah pada peristiwa mudik?
selagi tujuan mudik (’iedul fitri) itu untuk silaturrahmi dengan sanak saudara dan handai taulan di kampung maka tidak ada yang salah dari ritual mudik tsb (tidak penting soal mudiknya menggunakan kendaraan apa). sayangnya ajang silaturrahmi itu jadi tidak khusyuk lagi karena telah di(ter)cemari dengan sebuah peristiwa dengan label “ajang pamer hal-hal yang bersifat kebendaan yang dilampiri juga dengan kisah-kisah (ngecap) tentang kesuksesan mereka di kota, dlsbnya” oleh kaum pemudik tersebut di kampung leluhurnya.
dampaknya? ya monggo dicermati.
salah satu contoh (tren) rusaknya nilai mudik tersebut adalah ketika hati kecil mereka berkata (misuh-misuh) “aku orang udik. mudikku adalah pamerku. uripku nang sewu kuto! sampeyan khoq malah sewot? ya opo to rek?!”
ya, begitulah!
namun, hal yang mesti dipahami nilai kebenarannya adalah bahwa mudik bukanlah hijrah. mudik juga pasti bukan bagian dari kewajiban dalam beragama. karena mudik tidak lebih dari sebuah tradisi turun temurun dalam rangka menyambung dan memperbaiki tali silaturrahmi semata.
hm, entah sejak kapan tradisi mudik tersebut mulai dilakukan. ada yang tahu?
—————————————
Sumber :
http://fiksi.kompasiana.com/puisi/2012/08/18/udik-udikan-mudik-mudikan-motor-motoran/
Penulis :
"punch a point of your head!"
Pengen tulisan kamu terbit di Kumpul Remaja? Silakan kirimkan tulisan kamu di Facebook Fanpage Kumpul Remaja atau di komentar di bawah postingan ini. Sertakan identitasmu baik itu facebook, twitter atau blog kamu.!
0 komentar