Perawat Itu Saya, Mas!

Diposting oleh Unknown Kamis, 07 Juni 2012 ,

Bocor lagi ? gila itu tukang tambal ban ! masa iya, umur tambalannya hanya sepanjang Tempel* sampai Jambu* sih ? Denis menggerutu mendapati ban belakangnya kembali bocor. Mana ia sudah terlanjur ngebet ingin segera melihat wajah Savitri, adik sepupunya yang…ah, dasar tukang tambal ban sialan !

Denis mengingat semua umpatan-umpatan yang ia tahu untuk mengisi kekesalannya sambil mendorong lagi motornya. Kiri kanan jalanan yang berkelok dan menurun itu hanya perbukitan dan jurang. Lalu lintas sepanjang jalur Semarang Jogja memang padat, tapi tak satupun yang menawarkan kebaikan untuk menolongnya. Kecuali klakson yang memekakkan telinga kalau ia sedikit saja mendorong motornya di aspal.

Lebih jauh daripada ketika ia mendorong kali pertama tadi. Duh, jam sembilan malam lagi !

Uh, itu dia ! Denis melihat ada sesuatu berbentuk seperti kapsul dari kejauhan, warnanya merah atau jingga barangkali. Kompresor ! sebentar lagi penderitaannya akan segera berakhir. Denis mempercepat dorongannya pada motor yang kian berat karena kelelahan.

“ Tambal Pak !”

Di bawah siraman lampu neon panjang, Laki-laki yang sedang tiduran di dipan kecil dari bambu sambil membaca sebuah koran itu bangkit. Denis melirik sekilas koran lusuh itu, koran yang penuh berita kriminal ! laki-laki setengah baya itu segera bekerja tanpa banyak bertanya lagi. Denis duduk sekarang di dipan kecil itu, melirik koran itu dan berpaling lagi. Yang ada di pikirannya hanya Savitri.

Tadi Ratri menahannya agar ia pulang besok pagi saja. Ia ingin di temani untuk pergi ke Taman Pintar. Tempat yang tak asyik dan sama sekali bukan favorit Denis. Weekend kok baca buku ! nongkrong dimana gitu ! tempat berduaan yang asyik, syukur-syukur tersembunyi, jadi bebas untuk…apa saja !

Denis yang sudah gelisah sejak siang karena Savitri menelepon dan mengatakan kalau ia sudah ada di Semarang, tentu saja lebih memilih Ratri ngambek. Karena sangat jauh berbeda asyiknya. Berduaan dengan Ratri sangat kaku dan menjemukan, dibandingkan dengan Savitri yang lebih luwes, asyik, dan bebas….! Harus dengan macam-macam rayuan sekedar untuk bisa mencium Ratri. Sedangkan Savitri ? huuuuu….

Denis ingin sekali masuk ke warung makan di seberang jalan sana yang didepannya dipenuhi truk-truk besar itu, untuk membeli kopi, membasuh mukanya dan buang air kecil. Tapi ia sangsi meninggalkan motornya bersama laki-laki tukang tambal ban itu tanpa adanya dia. Bisa dipreteli nanti !

Diputuskannya untuk menunggu saja sampai orang itu menyelesaikan pekerjaannya. Malam terus merambat dan udara semakin dingin.

Pikirannya kembali ke Savitri, lalu terbang sebentar ke Jogja bersama Ratri, ke Savitri lagi dan ke Ratri lagi, silih berganti, hingga laki-laki itu memberitahunya bahwa ban belakangnya telah siap untuk membawanya ke Savitri. Sampai ketemu Senin, Ratri…Savitri menungguku ! Denis mengulum senyumnya sembari membayar ongkos. Laki-laki tukang tambal itu menerima sambil melihat sekilas mimik wajah Denis yang tampak senang.

Denis menyalakan mesin motornya dan berniat ke warung makan diseberang jalan. Sekarang tak ada yang dipikirkannya kecuali Savitri dan Savitri. Ia kangen logat Jawa Maduranya Savitri yang ceplas-ceplos, yang selalu tanpa tedheng aling-aling itu.

——-

Segar…siap melanjutkan sisa perjalanan. Sebentar lagi Ambarawa, lepas Bawen ia akan gas pol…! Sret, sret, sret ! Jalan Fatmawati….siiip !

Hei…ada cewek ! berbaju putih yang sepertinya seragam seorang Perawat. Denis lupa dengan rencana sret, sret, sretnya. Sekarang yang ada dalam pikirannya adalah iseng. Ayolah Denis, Savitri menunggumu !

“ Mau kemana Mbak, malem-malem ?” Denis menghentikan motornya disamping perempuan dengan baju perawat itu berdiri. Perempuan itu menoleh pada Denis dan melihat Denis dengan pandangan tanpa ekspresi. Wajahnya mirip…Savitri ! hei !

“ Ambarawa Mas…” sahutnya.

Kebetulan yang menyenangkan. Denis ingin bersenang-senang sepanjang jalan ini sampai Ambarawa dengan gadis itu sejenak. Savitri giliran nanti.

“ Nunggu Bis ?”

Gadis itu hanya mengangguk.

“ Bagaimana kalau saya menawarkan tumpangan ? daripada kelamaan lho ?”

Gadis itu kembali melihatnya sekilas, tanpa senyum. Ah, nanti kalau sudah merasakan asyiknya berkendara dengan Denis, dia bukan hanya akan tersenyum, tapi tertawa lepas dan gak mau turun…itu yang ada dalam pikiran Denis.

“ Ndhak usah Mas, merepotkan. “

“ Gak apa-apa…”

“ Benar ndhak merepotkan ?”

“ Udah, ayo ! turun di mana sih ?”

“ Rumah Sakit Mas…”

“ Rumah Sakit yang mana ?”

“ Nanti kalau sudah sampai saya beritahu…”

“ Oke, siap !”

Gadis itu beringsut naik ke belakang Denis. Denis senang bukan kepalang, tawaran baiknya yang berbalut niat iseng mendapat sambutan. Denis kembali membelah jalanan, ia sengaja melaju dengan kencang diantara padatnya kendaraan, dengan harapan gadis itu akan berpegangan dengan memeluknya erat-erat. Ah, ia mulai gila !

Ternyata gadis itu banyak bicara. Setiap pertanyaan Denis dijawabnya dengan kalimat-kalimat berisi cerita yang panjang. Ia bercerita tentang pekerjaannya sebagai perawat Rumah Sakit, tentang Suster Kepala Belanda, tentang……..Denis tenggelam hingga ia mulai merasakan sebuah keanehan. Cerita gadis itu selalu tentang Belanda dan Belanda. Mulanya ia tertawa, jaman teknologi informasi kok ngomong soal Belanda yang tempo doeloe !

Sebentar lagi akan sampai Ambarawa. Keanehan semakin terasa, kini hidung Denis dipenuhi bau anyir yang membuatnya ingin muntah. Gadis itu masih bercerita tentang seorang perawat yang di tembak mati tentara Belanda karena di anggap mata-mata, di sekitar jalan itu.

“ Bau apa ya ? amis !” kata Denis.

“ Saya ndhak tahu Mas !” sahut gadis dibelakangnya. Bau anyir itu kian tajam. Denis hampir tak tahan. Tapi ia merasa sangat gengsi pada gadis di belakangnya, sehingga ia berusaha menahannya.

“ Kok kamu tahu banyak soal perawat itu ?” Denis mulai suntuk mendengar cerita yang tak asyik itu. cerita yang bisa bikin orang jadi paranoid.

“ Perawat itu saya Mas….!” Sahut gadis dibelakangnya pelan. Denis tak mengabaikannya, cewek gak asyik ! gerutunya.

Tiba-tiba matanya terbelalak…dia perawatnya ?

Denis menoleh ke belakangnya…

Cewek itu ? wajahnya tak lagi seperti Savitri !

Ketakutan membuatnya limbung dan hilang keseimbangan.

——-

Denis membuka matanya. Badannya terasa sakit. Ia mencoba mengingat apa yang terjadi pada dirinya. Ia mendapati motornya tergeletak didekatnya dalam keadaan roboh. Ketakutan kembali datang membayanginya. Ia ingat sekarang, tadi ia memboncengkan seorang perempuan, dan perempuan itu hantu. Hantu seorang perawat jaman Belanda yang di tembak mati tentara Belanda, karena di anggap sebagai mata-mata.

“ Memang…” kata laki-laki yang tahu-tahu menolongnya, begitu mendengar ceritanya. Ia kini duduk didepan sebuah warung angkringan kecil yang sepi, dan hanya berpenerang beberapa buah lilin.

“ Dia ditembak mati oleh tentara Belanda yang bengis itu. “ katanya lagi, dan ia melanjutkan ceritanya panjang lebar. Sepertinya ia tahu banyak tentang perawat itu. Perawat yang ia lihat tadi yang berwajah mirip dengan Savitri.

“ Bapak sepertinya tahu banyak soal perawat itu ?” Denis menyela sambil meringis kesakitan, ia merasa sedikit sebal karena orang itu membuatnya bertambah takut.

“ Dia itu adik saya !” kata laki-laki itu. Oh….pikir Denis.

Jadi dia kakaknya ?

Kakaknya ?

“ Tentara Belanda itu juga menembak saya…nih !” laki-laki itu menunjukkan lubang bekas tembakan peluru di dahinya.

Denis terkejut ! ia luar biasa takutnya melihat laki-laki itu….dan ia pingsan.

——–

Ketika sadar, tempat itu ternyata hanya bibir jurang yang lengang. Denis bangkit dan mendapati motornya. Ia ingin segera pulang. Ia sudah sangat ketakutan.

Tiba-tiba ada seorang Bapak tua menolongnya. Denis merasa sedikit tenang. Ketakutannya mulai berkurang. Ia menceritakan dua kejadian mengerikan tadi, dan Bapak tua itu manggut-manggut.

“ Mereka sekeluarga dihabisi nak…” katanya. Bapak itu pun bercerita sama panjangnya.

“ Bapak tahu juga cerita itu ?”

“ Mereka itu anak-anak saya nak !”

Apa ?

Malam yang gelap semakin gelap bagi Denis.

———

Denis menggigil

Kini ia ada dirumahnya. Ada Ibu yang mengompreskan handuk yang dicelupkan air dingin. Ada Bapak yang terus bertanya tentang apa yang terjadi. Ada Savitri yang kini membuatnya ketakutan. Ia belum bisa mengucap sepatah kata tentang apapun. Tentang apa yang di alaminya sepanjang perjalanan dari Jogja yang mengerikan.

Magelang, Juni 2012
 
Itulah Cerpen 'Perawat Itu Saya, Mas!' Semoga kalian semua bisa menikmatinya...
  Pengen tulisan kamu terbit di Kumpul Remaja? Silakan kirimkan tulisan kamu di Facebook Fanpage Kumpul Remaja atau di komentar di bawah postingan ini. Sertakan identitasmu baik itu facebook, twitter atau blog kamu.!

Share on :


Artikel Terkait:

2 komentar

  1. Yanz Jasad Says:
  2. Makasi Atas karianya >>> sumpah bagus bagus ... ??
    TERUS BERKARIA

     
  3. makasih infor masinya nya dan karianya sip banget deh... ?

     

Posting Komentar

Adsense Indonesia

Followers

Berita Populer Minggu Ini