Pak Karto

Diposting oleh Unknown Rabu, 09 Mei 2012

Pagi masih buta tatkala Karto mengayuh becaknya menuju Pasar Legi. Di sudut Utara Pasar Legi Solo situlah tempat Karto bersama beberapa rekannya menunggu penumpang.  Profesi sebagai penarik becak memang sudah dilakukan Karto sejak ia muda. Karto yang saat itu hanya pemuda desa dan lulusan Sekolah Dasar memilih menjadi penarik becak lantaran pekerjaan tersebut hanya mengandalkan tenaga saja. Dia menikah dengan seorang gadis bernama Ratmi yang bekerja sebagai buruh pengupas bawang di Pasar Legi. Dari hasil pernikahan itu, Karto dikaruniai 2 orang anak bernama Januar dan Yuni.

Ilustrasi Gambar (dok. pribadi)
Meskipun hanya sebagai penarik becak, namun Karto mendidik kedua anaknya agar selalu memiliki cita-cita  yang tinggi. Tak heran jika saat ini Januar menempuh jenjang akhir pendidikan kedokteran di UNS Surakarta, sedangkan Yuni masuk di salah satu Akademi Kebidanan di Kota Klaten dengan beasiswa.  Untuk membantu perekonomian keluarga, tanpa malu keduanya berjualan apa saja di lingkungan kampus. Yang penting bisa mendapatkan uang dengan cara halal kata mereka.
*****
Pagi itu tepat jam 07.00 Wib, Januar sudah berdiri di depan gedung Auditorium UNS.  Sinar bahagia tergambar jelas pada raut mukanya. Yah, hari ini merupakan hari Pelepasan Wisudawan Wisudawati UNS dari jenjang Sarjana sampai Doktor, dimana Januar adalah salah satu wisudawan dari fakultas kedokteran yang lulus dengan predikat cumlaude. Dengan penuh percaya diri Januar segera masuk ruang Auditorium berbaur dengan banyaknya calon wisudawan lain. Bergegas dia menuju kursi di nomor B-1 5. Yakni di bagian Barat, baris no 1 dan urutan ke 5.
Prosesipun berjalan lancar, hingga tiba saatnya Januar maju ke arah Dekan Fakultas Kedokteran UNS, menerima ijazah, memindahkan tali pada topi toga, seraya berjabat tangan dengan sang Dekan.
“Selamat Januar” ucap Pak Dekan berwibawa
“Terima kasih Pak” sahut Januar terbata
Kristal-kristal air mata nampak jelas di mata Januar. Dia yakin jika kedua orang tua serta adiknya bangga bisa menyaksikan dirinya berhasil meraih gelar sarjana. Dia yakin bapak ibunya pasti akan menangis haru melihat prosesi itu dari layar di luar gedung auditorium sana. Hingga begitu seluruh rangkaian acara selesai, Januar segera menghambur ke luar gedung. Matanya mencari-cari di mana kedua orang tua dan adiknya berada. Entah sudah berapa lama dia mencari, namun tak juga bisa menemukannya.
Tanpa ragu Januar merogoh saku celananya, dan mengeluarkan HP jadulnya. Dicarinya nomor adiknya Yuni.
“Halo, Assalamu’alaikum” Januar membuka percakapan
“Wa’alaikum salam mas, sudah selamat ya mas!” jawab Yuni dari sebrang sana
“Makasih dek, posisi adek, bapak, dan ibu disebelah mana?” Januar nampak semakin penasaran
“Mas tenang saja, tapi maaf kami cepat pulang karena bapak masuk angin. Sekarang mas pulang ya!” jawab Yuni
“Oke-oke, mas segera pulang” jawab Januar sembari menutup pembicaraan
Setelah pamit dengan teman-temannya, Januar segera meluncur ke rumah dengan motor bututnya. Dia bahagia sekaligus cemas. Bahagia karena akhirnya bisa menyelesaikan kuliahnya. Cemas karena ayahnya yang tiba-tiba sakit. Dan begitu masuk di gang menuju rumahnya, nampak beberapa tetangganya. Nampaknya juga bermaksud membezuk bapaknya. Namun begitu sampai di teras rumahnya, Januar merasa limbung dan hampir terjatuh. Beberapa tetangga membantunya berdiri. Januar benar-benar kaget luar biasa mendapati Yuni dan ibunya menangis tersedu.
“Ibu, adek, ada apa ini?” tanya Januar penasaran
“Bapakmu nak” jawab sang ibu sembari menangis
Bertiga mereka menagis berangkulan. Ternyata saat hendak menghadiri undangan wisuda Januar, becak yang dikendarai Pak Karto terserempet kereta api bengawan di Jalan Slamet Riyadi. Di sana memang rel kereta api menjadi satu dengan kendaraan lain. Dan Pak Karto meninggal dalam perjalanan menuju rumah sakit.
“Bapak, maafin Januar ya Pak” isak Januar di sisi jasad bapaknya yang terbujur kaku
“Januar sudah berhasil menyelesaikan kuliah seperti harapan bapak, tapi Januar belum sempat membahagiakan bapak”
Acara pemakaman sore itu berjalan lancar Setelah disucikan dan dikafani, jenazah Pak Karto lantas disholatkan di masjid tak jauh dari rumahnya. Sebelum akhirnya dibawa ke tempat peristirahatan terakhir di TPU di desanya. Beberapa keluarga, tetangga, dan teman-teman Januar maupun Yuni turut memberikan penghormatan terakhir.
Tiba saatnya Januar harus merelakan kepergian bapaknya. Januar masuk ke liang lahat. Dengan berjongkok dia mengumandangkan adzan. Suaranya begitu jelas namun terdengar bergetar seolah menyayat hati semua yang hadir.
Saat para pelayat satu persatu meninggalkan areal pemakaman, Januar, Yuni, dan ibunya masih berdo’a di atas tanah makam yang merah. Semerbak bunga tabur masih jelas tercium. Bertiga mereka melepas orang tercinta, yang selama ini sudah bekerja keras demi keluarga. Bergantian mereka mencium batu nisan, sebelum akhirnya melangkah gontai meninggalkan areal pemakaman. Rinai hujan turut pula mengiringi langkah kaki ketiganya
******

Penulis :

Lihat Sumbernya : http://fiksi.kompasiana.com/cerpen/2012/05/10/pak-karto/

Share on :


Artikel Terkait:

0 komentar

Posting Komentar

Adsense Indonesia

Followers

Berita Populer Minggu Ini